Laman

Teori Generatif-Transformatif dan apikasinya pada pembelajaran Qowaid (Nahwu-Shorof)


Rounded Rectangle: Kelompok 2 :
Isrotul Nurjanah
Muhammad Syafi'i
Fathiroh Azka
Eem Sulaemah Mathar
 





BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar belakang
Setelah pada pembahasan yang lalu membahas mengenai teori strukturalis yang dipelopori oleh Ferdinand  de Saussure dan bagaimana  aplikasi  teori tersebut dalam pembelajaran B.Arab, maka pada kesempatan yang berbahagia ini kami diberi kesempatan untuk sedikit mendemontsrasikan pemikiran yang  menjadi reaksi dari aliran strukturalis ini. Teori ini berama Teori Generatif Transformatif  (TGT) yang di pelopori oleh Noam Chomsky.
Noam Chomsky adalah seorang Linguistik yang berasal dari Amerika Serikat. Dengan teorinya inilah beliau dikenal oleh seluruh dunia karena menciptakan temuan baru yang menjadi atmosfer perkembangan dalam dunia Linguistik. Ada ciri khusus yang membedakan teori chomsky ini dengan teori lainnya. Teori TGT yang digagas oleh chomsky sangat menaruh perhatian terhadap aspek akal. Ia membahas masalah-masalah bahasa dan psikologi, lalu membingkainya menjadi satu bingkai dengan bentuk bahasa kognitif. Akibatnya para peneliti merasa kesulitan untuk membedakan antara bahasa, psikologi, dan filsafat.
Meskipun TGT ini merupakan  reaksi dari teori-teori struktural dan behavioris yang menjadi  pendahulunya  namun TGT ini dapat di bilang sebagai penyempurna  teori-teori  pendahulunya  tersebut.
B.     Rumusan masalah
1.      Bagaimanakan bentuk pengantar Teori Generatif-Tranfosrmatif  ?
2.      Apa yang dimaksud dengan Teori Generatif-Transformatif  ?
3.      Bagaimana Pandangan Teori Generatif-Transformatif terhadapa bahasa ?
4.      Bagaimana Tahapan-tahapan yang terjadi pada Teori Generatif-Transformatif  ?
5.      Apakah  Ciri-ciri Teori Generatif-Transformatif  ?
6.      Bagaimanakah bentuk Aplikasi Teori Generatif-Transformatif  dalam pembelajaran Qowaid ( Nahwu/Sharaf)?
BAB II
PEMBAHASAN

A.    PENGANTAR TEORI GENERATIF-TRANSFORMATIF
Teori Generatif Transformatif  ini adalah hasil dari penelitian seorang Linguis Amerika yang bernama Noam Chomsky[1] yang menghubungkan bahasa dengan pemikiran manusia . untuk mengusung teori ini Chomsky mengajukan tori klasik yang disebut dengan teori Hipotesis Nurani.
Hipotesis Nurani mengatakan bahwa struktur bahasa bagian dalamnya adalah Nurani, karena rumus-rumus itu dibawa sejak lahir. Pada waktu seorang anak-anak belajar bahasa ibu, sejak lahir dia telah dilengkapi dengan satu peralatan konsep dengan struktur bahasa-dalam yang besifat universal yang dikenal dengan language Acqusition Device (LAD) yang dengan B.Arab dikenal dengan istilah Wasilah iktisab Al-Lughoh.
Setiap manusia memiliki kaidah-kaidah universal ini secara natural yang mejadi dasar perilaku bahasa manusia, dan kaidah-kaidah itu cukup kaya dan patut dipertimbangkan dalam kecepatan proses pembelajaran bahasa[2].
Teori Transformatif Generatif merupakan suatu aliran linguistik yang menjadi reaksi dari aliran structural, teori ini beramsusi bahwa pembelajaran bahasa adalah sebuah proses pembentukan kaidah, bukan sebagai pembentukan pembiasaan sebagaimana pendapat pada aliran strukturalisme yang didukung oleh behaviorisme[3].
Dua istilah dari teori generative trnasformatif ini berasal dari Chomsky, akan tetapi dalam perkembangan lebih lanjut, ia lebih suka mempergunakan istilah generatif. Pengertian generatif mengandung dua makna, makna pertama, makna generatif menuju pada dua pengertian produktivitas dan kreatifitas bahasa. Seperangkat kaidah atau pernyataan manapun yang memberikan kemungkinan untuk menganalisis bahasa atau struktur dari sejumlah besar kalimat yang tak terbatas dapat disebutkan generatif. Makna kedua, generatif mengandung pengertian keformalan dan eksplisit. Dari sudut pandang ini dapatlah dikatakan bahwa secara tepat kombinasi-kombinasi unsur-unsur dasar (fonem, morfem, kata dan sebagainnya) yang diizinkan dan tepat (well-formed). Tata bahasa itu dikatakan membangkitkan atau menghasilkan semuakalimat bahasa tertentu itu dan tidak mungkin untuk membentuk kalimat-kalimat yang tidak cocok (nonsentences, illformed). Akan tetapi, janganlah ditanggapi bahwa tata bahasa generatif hanya menghasilkan kalimat-kalimat yang gramatikal saja. Penegrtian transformasi digunakan lebih umum daripada generatif, itu pula sebabnya orang lebih banyak mempergunakan 2 kata tersebut sekaligus “ transformasi generatif”.
Aliran ini juga menjelaskan adanya struktur lahir (al-binayah as-sathhiyyah/surface structure) dan batin (al-binayah al-amiqah /deep structure). Menurut Transformatif Generatif bahasa merupakan fitrah, innate, potensi dasar yang dimiliki manusia sejak lahir , maka belajar bahasa merupakan suatu proses manusiawi yang menghendaki adanya aktualisasi potensi kebahasaan anak. Teori ini sesungguhnya diformulasikan dari pemikiran para filosof dalam hal metode penelitian dan teori bahasa. Teori ini juga menjelaskan bagaimana anak kecil mampu menguasai bahasa dalam waktu yang relatif singkat, meskipun belum menguasai kaidah bahasa secara mendalam. Tujuan linguistik menurut aliran ini adalah menemukan kaidah bahasa secara metodelogis, yang diamati pada dua tataran kepadaan deskriptif dan kepadaan eksplanatif.
Aliran ini membuka cakrawala baru dalam penelitian kebahasaan, khususnya cara anak belajar bahasa. Praktik kebahasaan anak tidaklah dalam rangka meminimalisir struktur yang salah sedikit demi sedikit. Bahasa anak tidak disebut sebagai paling banyak pada fase-fase berikutnya melainkan setiap saat bahasa anak merupakan bahasa yang sistematik (teratur).
B.     PANDANGAN CHOMSKY DENGAN TEORI GENERATIF TRANSFORMATIF-NYA TERHADAP BAHASA
Chomsky memandang  bahwa bahasa merupakan kunci untuk mengetahui akal dan pikiran manusia. Manusia berbeda dengan hewan karena kemampuannya berpikir dan kecerdasannya, serta kemampuannya berbahasa. Itulah yang menjadi aspek paling fundamental dalam aktivitas manusia. Karena itu, sangat tidak logis jika bahasa yang sangat vital ini berubah menjadi berbentuk susunan kata yang terstruktur, kosong dari makna. Menurut Chomsky juga bahasa-bahasa yang ada didunia adalah sama  hanya pada tingkat dalamnya saja yang di sebut struktur-dalam (deep struktur) sedangkan pada struktur luarnya (surface structure) bahasa itu berbeda-beda. Pada tingkat dalam bahasa itulah terdapat rumus-rumus tata bahasa yang mengatur proses  yang memungkinkan aspek-aspek bahasa itu bekerja. Apa yang oleh Chomsky disebut inti proses generative bahasa (aspek kreatif) terletak pada tingkat dalam ini. inti proses generative  inilah yang merupakan alat semantic untuk menciptakan kalimat-kalimat baru yang tidak tebatas jumlahnya  yang di namai dengan "Tata bahasa Generatif".[4]
Dari segi semantic, tata bahasa suatu bahasa adalah satu sistem rumus atau kaidah yang menyatakan persamaan atau keterkarikan antara  bunyi dan makna dalam bahasa itu. Sedangkan dari segi daya kreatifitas, tatabahasa adalah sebuah alat perancangan yang khusus menerangkan dengan jelas pembentukan kalimat-kalimat gramatikal dan menjelaskan struktur setiap kalimat itu[5].
C.    TAHAPAN-TAHAPAN TEORI TRANSFORMATIF-GENERATIF
Berikut tahapan-tahapan teori ini[6]:
1)      Pada tahap pertama, Kaidah pembentukan yang dahulu memiliki nama Phrasa structure grammer, teori ini mempunyai tiga sendi utama yaitu:
1.      Kaidah struktur ungkapan; yaitu kaidah yang menjelaskan bahwa ungkapan kalimat itu tersrtuktur dari ungkapan-ungkapan, sedangkan ungkapan-ungkapan itu terbentuk dari kata-kata.
2.      Kaidah transformasi; yaitu sejumlah aturan yang harus diterapakan secara ketat. Sebagian kaidah itu bersifat keharusan/obligatori (إجبري) dan sebagian lagi bersifat pemilihan/opsi (إختياري).
3.      Kaidah-kaidah morfologi bunyi; yaitu kaidah yang menetapkan bentuk akhir suatu kata yang diucapkan atau ditulis.
2)      Pada tahap kedua, Kaidah transformasi (komponen transformasi). Asumsi Chomsky bahwa gramatika itu mempunyai tiga komponen utama yaitu: sintaksis, semantic, dan morfologi.

D.     CIRI-CIRI TEORI GENERATIF TRANSFORMATIF
Adapun ciri-ciri teori ini secara lengkap adalah sebagai berikut:
1.      Berdasarkan paham mentalistik
Teori ini beranggapan bahwa proses berbahasa bukan sekedar proses rangsang tanggap semata, akan tetapi justru menonjol sebagai proses kejiwaan.proses bahasa bukan sekedar proses fisik yang berupa bunyi sebagai hasil sumber getar yang di terima oleh alat auditoris, akan tetapi berupa proses kejiwaan didalam diri peserta bicara. Oleh karena itu, teori ini sangat erat kaitannya dengan subdisiplin Psikolingiistik.
2.      Bahasa merupakan innate
Mereka beranggapan dengan penuh keyakinan bahwa bahasa merupakan factor innate(warisan keturunan). Apabila kaum strukturl dapat memberikan bukti bahwa bahasa merupakan habit, maka kaum transformasipun dapat membuktikan bahwa bahasa bukan habit. Dalam kasus ini Chomsky pernah minta bantuan seorang rekannya ahli bedah otak. Berkat bantuan rekannya itu dapat di buktikan bahwa struktur otak manusia dengan struktur otak simpanse persis sama, kecuali satu simpul syaraf bicara yang ada pada struktur otak manusia tidak terdapat pada struktur otak simpanse. Itulah sebabnya simpanse tidak dapat berbicara walaupun kadang-kadang ada simpanse yang keterampilan dan kecerdasannya mandekati manusia.walaupun di latih dengan metode drill and practice seribu kali sehari tidak akan mungkin seekor simpanse dapat berbicara, sebab dapat atau tidaknya berbicara itu bukan karena factor latihan atau kebiasaan melainkan karena factor warisan atau innate.
3.      Bahasa terdiri atas lapis dalam dan lapis permukaan
Teori transformasional memisahkan bahasa atas dua lapis, yakni deep structure (struktur dalam) dan surface structure (struktur luar). Lapis dalam adalah tempat terjadinya proses berbahasa yang sesungguhnya/secara mentalistik dan lapis permukaan adalah wujud lahiriah yang di transformasikan dari lapis batin.
4.      Bahasa terdiri atas unsure competent dan performance
Linguistic competent atau kemampuan linguistic adalah pengetahuan yang di miliki oleh seorang penutur tentang bahasanya termasuk juga disini kemampuan seseorang untuk menguasai kaidah-kaidah yang berlaku bagi bahasanya. Linguistic performance adalah keterampilan seseorang dalam menggunakan bahasa.
5.      Analisis bahasa bertolak pada kalimat
Kaum transformational bahwa kalimat merupakan tataran gramatik yang tertinggi. Dari kalimat analisisnya turun kepada frasa kemudian turun ke kata.
6.      Bahasa bersifat kreatif.
Ciri ini merupakan reaksi terhadap kaum structural yang fanatic terhadap standar keumuman. Bagi kaum transformasial masalah umum atau tidak umum bukan persoalan. Yang paling penting adalah kaidah.walaupun suatu bentuk bahasa belum umum asal pembentukannya sesuai dengan kaidah yang berlaku, maka tidak ada halangan untuk mengakuinya sebagai bentuk gramatikal.
7.      Membedakan kalimat inti dan kalimat transformasi.
Kalimat inti adalah kalimat yang belum di kenai kaidah transformasi sedangkan kalimat transformasi adalah kalimat yang di kenai kaidah transformasi.kalimat inti adalah kalimat yang belum dikenai kaidah transformatisi sedangkan kalimat transformasi adalah kalimat hasil dari penggunaan kaidah transformasi.
Ciri-ciri dari kalimat inti adalah :
1.      Lengkap
2.      Simple
3.      Aktif
4.      Statemen
5.      Positif
6.      Runtut
Tiga ciri pertama adalah ciri pokok, sedangkan sisanya adalah ciri tambahan. Secara skematis dapat digambarkan sebagai berikut[7]:
Kalimat inti
Dengan
Kaidah Transformasi
menjadi
Kal.Transformasi
a.       Lengkap
Pelepasan/delisi
Kal.Elips/minor
b.      Simple
Penggabungan
Kal.Kompleks
c.       Aktif
Pemasifan
Kal.Pasif
d.      Statemen
Tanya/perintah
Kalimat tanya/perintah
e.       Positif
Pengingkaran
Kalimat ingkar
f.       Runtut
Pembalikan
Kalimat inversi

8.      Gramatikal bersifat generative
Tata bahasa yang bertolak dari teori ini di namakan tata bahasa generatif transformasi (TGT).di dalam teori ini ada anggapan bahwa aturan gramatika memberikan mekanisme dalam otak yang membangkitkan kalimat-kalimat. Dengan satu kaidah kita dapat menghasilkan kalimat yang tak terhingga banyaknya.[8]
9.      Analisis diwujudkan dalam bentuk rumus dan diagram pohon.
Seperti dalam kalimat "hunter menangkap penyelundup itu"
a.       Diagram pohon
                S

       NP1                              VP
        N                     V                     NP2
                                              N                 D
    Hunter      Menangkap   Penyelundup   itu
b.      Rumus:
o   S                       NP+VP
o   NP1                  N
o   NP2                  N + Det
o   VP                     V +NP2
o   N                       Hunter, penyelundup
o   V                       Menangkap
o   Det                    itu

E.     MODEL PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN QOWAID
Dalam hal ini, pengembangan model pemebelajaran qawaid perlu didasarkan pada beberapa pertimbangan faktual dan fungisional berikut:
1.      Penguatan apa yang disebut as-saliqah al-lughowiyah (Instink atau potensi dasar berbahasa) di kalangan peserta didik.
2.      Pemerioritasan konteks (al-siyaq) dalam pembelajaran qawaid sangat penting, karena hafal kaidah tidak cukup fungsional, jika peserta didik tidak dilatih untuk memahami konteks kalimat yang dijadikan contoh.
3.      Integrasi i’rab dan makna struktur kalimat, karena i’rabmerupakan bagian integral dari makna, seperti makna fa’iliyyah, maf’uliyyah, haliyyah, dan sebagainya.
4.      Pengenalan dan pembiasaan penggunaan al-azminah wa al-nahwiyah (tenses) secara tepat antara masa lampau, sekarang, dan akan datang.
5.      Pemvarisasian tadribat (latihan) agar peserta didik terbiasa menggunakan struktur bahasa secara baik dan benar.[9]
F.     APLIKASI TEORI GENERATIF-TRANSFORMATIF DALAM PEMBELAJARAN QOWAID (NAHWU-SHARAF)
Pola-pola transformasi itu dapat dikembangkan melalui:
1.      Penghilangan/Delasi (الحذف  )
seperti lafaz: كتب أحمد درسا جديدا  menjadi  كتب أحمد درسا
2.      Penempatan (الإحلال  ) seperti lafaz:
الله سميع عليم  predikatnya ditempati kata lain, sehingga menjadi: الله غفور رحيم
3.      Perluasan ( (الإتساعseperti perluasan dengan sifat atau idhafah:
الجامعة مشهورة  menjadi الجامعة الكبيرة المشهورة
الباب مفتوح       menjadi باب الفصل مفتوح
4.       Penyingkatan/reduction (al-Ikhtisar):
رئيس القرية جديد  menjadi الرئيس جديد
5.      Penambahan/additional (aaz-ziyadah) yakni penambahan unsur baru dalam kalimat dengan struktur athfi seperti:
الطالب نشيط  menjadi الطالب والمدرس نشيطان
6.      Pengulangan urutan/permutation (I’adah at-tadrib) misalnya dengan merubah jumlah ismiyah menjadi jumlah fi’liyah atau sebaliknya. Seperti:
يحضر الطالب  menjadi الطلاب يحضرون

G.    KEUNGGULAN DAN KELEMAHAN TEORI GENERATIF-TRANSFORMATIF
A.    kelebihan teorti generatif transformatif adalah sebagai berikut:
1)           Sebagai teori kecerdasan linguistic
2)           Dalam hal ini, teori ini sangat membantu dalam pembelajaran qawaid ini khususnya dalam hal membaca dan menulis.
3)            Potensi manusia sangat dihargai sekali sebagai potensi yang sangat besar kontribusinya.
B.     Teori ini juga memiliki kelemahan disamping juga memiliki kelebihan yang esensisal:
1)      Rumit karena tidak bisa diukur, hanya bisa dirasakan.
2)      Tidak semua orang memiliki kecerdasan linguistik yang baik.






BAB III
PENUTUP

Teori Generatif-Transformatif  merupakan Teori  yang mengaitkan antara bahasa dan Otak ( Pikiran ) yang juga menjadi tentangan dari teori structural dan behavioris yang mengatakan bahwa manusia berbahasa karena kebiasaan dan tingkah laku. Teori ini dipelopori oleh Noam Chomsky. Teori ini mengatakan kemampuan  manusia untuk berbahasa sudah ditakdirkan  tuhan dengan dianugrahkan terhadapnya Alat untuk berbahasa yang disebut dengan perangkat pemerolehan bahasa yang dikenal dengan LAD (Language Acqusition Device). Ciri dari Teori Generatif-Transformatif :
1.      Berdasarkan paham mentalistik
2.      Bahasa merupakan innate
3.      Bahasa terdiri atas lapis dalam dan lapis permsukaan
4.      Bahasa terdiri atas unsure competent dan performance
5.      Analisis bahasa bertolak pada kalimat
6.      Bahasa bersifat kreatif
7.      Membedakan kalimat inti dan kalimat transformasi
8.      Gramatikal bersifat generative










Daftar Pustaka
-          Soeparno. Dasar-Dasar Lingustik Umum.Yogyakarta:Tiara Wacana Yogya. 2002
-          Abdul wahab, Muhbib. Pemikiran Lingustik Tammam Hasan dalam Pembelajaran Bahasa Arab. Jakarta: UINpress. 2009.
-          Abdul Wahab, Muhbib.  Epistimologi dan Metodelogi Pembelajaran Bahasa Arab.Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.2008.
-          Parera, Jos Daniel. Pengantar linguistik Umum bidang sintaksis seri-C, Arnaldo: flores. 1978.
-          Fachrurrozi, Aziz dan Erta Mahyuddin. Pembelajaran Bahasa Asing Metode Tradisional dan Kontemporer. Jakarta: Bania. 2010. 
-          Parera, Jos Daniel. Dasar-Dasar Analisis Sintaksis,Jakarta:Erlangga.2009.
-          Chaer, Abdul. Psikolinguistik Kajian Teoretik. Jakarta: Rineka Cipta. 2009.
-          http://hsalma.wordpress.com/2011/05/09/teori-kognitif-dan-transformatif/ di uduh pada hari senin 11 Maret 2013, pukul 13.24




[1] Bernama  Avram Noam Chomsky (lahir di Philadelphia, Pennsylvania, Amerika Serikat, 7 Desember 1928 ; umur 84 tahun) adalah seorang profesor linguistik dari Institut Teknologi Massachusetts. Salah satu reputasi Chomsky di bidang linguistik terpahat lewat teorinya tentang tata bahasa generatif.
[2] Muhbib Abdul wahab, Pemikiran Linguistik Tamam Hasan Dalam pembelajaran Bahasa Arab, (Jakarta: UINpress, 2009) hal. 39
[3] Pembelajaran bahasa asing, prof.Dr. aziz fachrurrozi hal.24
[4] Jos Daniel Parera, Pengantar linguistik Umum bidang sintaksis (arnaldo: flores 1978) seri-C, hal.56
[5] Muhbib Abdul wahab. Pemikiran Lingustik Tammam Hasan dalam Pembelajaran Bahasa Arab. (Jakarta: UINpress 2009)hal.40.
[6] Aziz Fachrurrozi dan Erta Mahyuddin, Pembelajaran Bahasa Asing; Metode Tradisional dan Kontemporer, (Jakarta: Bania Publishing, 2010), Hal. 26-27
[7] Soeparno, Dasar-Dasar Lingustik Umum,( Yogyakarata:Tiara Wacana Yogya ,2002) hal: 56-57
[8] http://hsalma.wordpress.com/2011/05/09/teori-kognitif-dan-transformatif/ di uduh pada hari senin 11 Maret 2013, pukul 13.24

[9]Muhbib Abdul Wahab.  Epistimologi dan Metodelogi Pembelajaran Bahasa Arab, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008), Hal. 185